Krisis Air di Banyumas-Cilacap; Pemkab Kewalahan, Warga Menunggu Bantuan Air Bersih

November 1, 2007

BANYUMAS, (PR).-

Krisis air bersih di tengah musim kemarau yang dialami warga sejumlah desa di Kabupaten Banyumas dan Cilacap makin memprihatinkan. Bahkan, kini masyarakat beberapa desa di Kecamatan Tambak dan Sumpiuh Banyumas sudah mandi dengan air sumur yang bau dan berwana kuning karena tercemar air laut. Demikianlah air bersih di beberapa tempat sudah mulai menjadi barang yang sulit didapat. Pemkab Banyumas sudah kewalahan memberikan bantuan air bersih karena armada tangki untuk mendistribusikan air bersih jumlahnya terbatas. Di sisi lain, permintaan bantuan dari masyarakat terus mengalir.

 Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Banyumas, Suyatno, S.Sos., M.Hum., mengatakan, daerah yang rawan air bersih dan kekeringan di Kabupaten Banyumas pada musim kemarau ini ada di 13 kecamatan yang meliputi 45 desa. Sedangkan jumlah kepala keluarga yang membutuhkan bantuan air bersih di 45 desa itu mencapai 11.741 keluarga atau 92.756 jiwa.

“Jumlah bantuan air bersih yang dikirim ke desa-desa rawan kekeringan sejak sepekan lalu mencapai 90 tangki. Rata-rata dalam sehari, pemkab mengirim bantuan air bersih sebanyak 10 tangki lebih. Sampai saat ini daerah yang sudah dikirim bantuan air meliputi Kecamatan Patikraja yaitu Grumbul Klenteng dan Gunungtugel di Desa Kedungringin. Kecamatan Tambak di Desa Plankapan dan Karangpetir. Kecamatan Sumpiuh di Desa Nusadadi dan Karanggedang. Kecamatan Kalibagor (Desa Suro), Kecamatan Rawalo (Desa Banjarpanepen). Sedangkan di wilayah perkotaan ada di Kecamatan Purwokerto Selatan, yakni di Kelurahan Teluk dan Karangklesem. 

Adapun desa rawan air bersih yang kini sudah sangat mendesak untuk dikirim bantuan air antara lain, sejumlah desa di Kecamatan Patikraja, Tambak, Sumpiuh, Kalibagor, Rawalo, dan Purwokerto Selatan.

“Secara bergilir kecamatan dan desa lain juga akan dikirim. Saat ini, setiap hari bantuan air bersih yang dikirim ke desa-desa mencapai 10 tangki,” kata Suyatno. Pemkab paling tidak mengirim 3 tangki dengan kapasitas per tangki 4.000 liter. PDAM sehari paling tidak 4 tangki dengan kapasitas 4.000 liter/tangki. Sedangkan dari Bakorlin Wilayah III, 3 tangki dengan kapasitas 5.000 liter/tangki.

Kepala Bagian Sosial Pemkab Banyumas Budi Purnomo mengatakan, pihaknya mengalami kesulitan untuk mendistribusikan air. Disebabkan armada tangki yang dimiliki PDAM Banyumas jumlahnya terbatas hanya ada 2 armada dan 1 armada milik Bakorlin Wilayah III. “Padahal permohonan bantuan dari masyarakat terus bertambah,” ujarnya


Di Cilacap

Sementara itu, dari Cilacap dilaporkan, kemarau panjang menyebabkan sejumlah kecamatan di kabupaten tersebut telah mengajukan bantuan air bersih. Krisis air terutama dialami oleh warga yang tinggal di beberapa kecamatan Cilacap barat seperti Kawunganten, Sidareja, dan Wanareja. Seperti di Kawunganten terdapat 6.750 kepala keluarga (KK) di wilayah tujuh desa Kecamatan Kawunganten Cilacap (Jateng) mengeluhkan air bersih. Dari tujuh desa yang kekurangan, Pemkab Cilacap baru mengirimkan air bersih ketiga desa.

Data di Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) di Kecamatan Kawunganten menyebutkan, tujuh desa yang krisis air bersih dan minta bantuan yaitu Desa Glugu, Bringkeng, Kubangkangkung, Bojong, Kawunganten, Ujungmanik, dan Babakan yang berpenghuni 6.750 KK.

Menurut Staf Bagian Sosial Ekonomi Kecamatan Kawunganten, Sukono, menuturkan, Pemkab Cilacap telah memasok air ketiga desa yakni Bringkeng, Glugu, dan Ujungmanik. Akan tetapi, untuk empat desa lainnya masih menunggu giliran. Dijelaskannya, warga yang masih belum dapat air bersih terpaksa harus mencari air sejauh 2-3 km. Mereka, ujarnya, mencari air ke sumur milik warga yang masih ada. “Tetapi itu pun terbatas pada pagi hari saja, sementara kalau sudah siang, airnya telah habis dan bercampur lumpur,” tutur Sukono.

 Dalam kesempatan terpisah, Kepala Sub bagian Pemberitaan Humas Pemkab Cilacap, Aris Munandar mengungkapkan, di Cilacap selain Kecamatan Kawunganten, yang telah meminta pasokan air bersihadalah Kecamatan Patimuan dan Cilacap Utara. “Pemkab sedang menyiapkan armada tangki untuk memasok air ke daerah yang mengalami kekurangan,”ujarnya. Di Kabupaten Cilacap terdapat 46 desa di 12 kecamatan yang rawan kekeringan. Jumlah kepala keluarga yang membutuhkan bantuan air bersih 31.820 KK atau 125.431 jiwa. (A-99)***

Sumber: Pikiran Rakyat, Sabtu, 28 Agustus 2004

Warga Patikraja Sulit Air

November 1, 2007

Banyumas, Kompas – Sudah beberapa minggu belakangan ini, warga Desa Kedungwuluh Lor, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, kesulitan memperoleh air bersih. Sejumlah mata air yang ada mengeluarkan air yang tidak layak dikonsumsi karena keruh.

Pada Senin (20/8), warga desa itu memperoleh pasokan air bersih dari Pemerintah Kabupaten Banyumas. Itu pun diwarnai dengan berebut air bersih, hingga sejumlah warga mengeluhkan ada ember dan wadah airnya hilang diserobot orang lain, dan ada juga yang tak memperoleh air bersih.

Sumardi (40), warga setempat, mengatakan, semenjak sumur di rumahnya mengering, ia harus mencari air ke sejumlah mata air di luar Desa Kedungwuluh Lor yang jarak tempuhnya mencapai satu setengah kilometer. “Masalahnya, sumber mata air yang terdekat itu keruh sehingga tidak bisa dipakai untuk mencuci atau untuk minum,” ucapnya.

Penampungan air di sejumlah rumah warga pun tampak kosong, tak ada cadangan air yang tersisa. Warga harus sangat berhemat air, mulai dari penggunaan air untuk konsumsi hingga kebutuhan mencuci dan mandi.

Sebaliknya, bantuan air yang dipasok pemerintah pada hari Senin itu juga hanya 4.000 liter, sehingga masih banyak warga yang hanya memperoleh bagian air cukup sedikit. “Pasokan air hanya sedikit, padahal warga di sini sangat banyak. Maka, banyak warga di sini yang tidak memperoleh jatah air mencukupi, termasuk saya,” keluh Narsih (55), warga setempat.

Surti (40), seorang ibu rumah tangga di desa itu, juga mengeluh, pasokan air yang diberikan pemerintah sangat terbatas. Apalagi, bantuan pasokan air itu baru kali ini dilakukan sehingga banyak warga yang berebut mengambil air. Akibatnya, dua ember miliknya hilang diambil orang. “Ember saya hilang, padahal sudah saya tandai, tetapi malah diambil orang lain,” ujarnya.

Kepala Desa Kedungwuluh Lor, Sudarto AZ mengatakan, memang dalam satu Desa Kedungwuluh Lor ada 270 keluarga yang mengalami kekurangan air bersih. Oleh karena itu, pasokan air bersih dari pemerintah sangat diharapkan.

Oleh karena, ujarnya, sejumlah mata air yang ada tak mengeluarkan air yang jernih, tetapi sangat keruh. “Air keruh di sumber mata air itu karena banyak lahan hutan di sini yang ditebangi sehingga tanah tererosi dan mengotori sumber-sumber mata air yang ada,” ujarnya.

Berdasarkan data Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Sekretariat Daerah Banyumas, setidaknya sudah ada 11 desa di lima kecamatan di Banyumas yang mulai kesulitan air bersih. Kepala Subbagian Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Bagian Kesra, Kristin Lestari pun mengakui, kekeringan dan kesulitan air bersih di Banyumas sudah semakin meluas. (MDN)

Sumber: Kompas

Kekeringan di Banyumas Meluas

November 1, 2007

TEMPO Interaktif, Purwokerto: Kekeringan di wilayah Banyumas, terus meluas. Setelah dua kecamatan yakni Patikraja dan Tambak, terpaksa mengajukan bantuan air kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas akhir pekan lalu, giliran Kecamatan Kalibagor mengajukan permintaan bantuan air bersih.

Kepala Bagian Sosial Pemkab Banyumas Budi Pramono yang
juga Sekretaris Satuan Pelaksanaan Penanganan Bencana
Alam dan Pengungsian (Satlak PBP) menyatakan, pihaknya
telah memasok air untuk tiga kecamatan tersebut. “Kami sudah dropping sebanyak tiga mobil tanki berkapasitas 4 ribu liter,” kata Budi, Rabu
(18/8). Permintaan bantuan, kata Budi, juga terus
datang dari berbagai kecamatan.

Budi mengakui, penanganan kekeringan ini terkesan
lamban karena harus menunggu pengajuan bantuan lebih
dahulu. Padahal berbagai wilayah telah mengalami
kekeringan selama beberapa bulan. “Itu karena kami
harus melakukan koordinasi lebih dulu dengan beberapa
dinas dan wilayah setempat,” katanya.

Alasan lainnya, karena jika pembagian air dilakukan dengan cara jemput bola, diuatirkan pihak desa sebagai penerima bantuan belum menyiapkan bak penampungan. ” Makanya kami hanya bisa menunggu permintaan bantuan,” katanya.

Kebijakan itu tentu saja membuat warga di kawasan kekeringan semakin sulit mendapatkan air. Warga di wilayah yang mengalami intrusi (resapan) air laut seperti di Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, juga kekurangan air bersih, sejak tiga bulan silam. Air sumur
berwarna kuning, berasa asin dan berbau akibat rembesan air laut. Namun hingga saat ini bantuan air belum didapatkan warga daerah tersebut, sehingga warga terpaksa mengangkut air dari sumur-sumur warga desa lain yang berjarak 2-3 kilometer.

Hingga hari ini, dari 27 kecamatan yang ada di wilayah Banyumas, 12 kecamatan diantaranyta mengalami kekeringan. Selain Kecamatan Tambak dan Patikraja,
masih terdapat 11 kecamatan lain yang saat ini
mengalami kekeringan yakni Sumpiuh, Kalibagor,
Purwokerto Selatan, Rawalo, Kebasen, Somagede, Wangon,
Ajibarang, Jatilawang, Cilongok dan Gumelar.

Kekeringan juga melanda sebagian besar area
persawahan Banyumas. Kepala Dinas Pertanian Pemkab
Banyumas Joko Wikanto menyatakan, satu-satunya cara
menghadapi kekeringan sawah yang melanda Banyumas saat
ini adalah menghindari penanaman padi. “Soalnya padi
membutuhkan banyak air. Kami sarankan para petani
menanam palawija yang lebih tahan terhadap cuaca
kering,” katanya.

Joko Wikanto menjelaskan, areal sawah yang dilanda
kekeringan secara umum memang sawah jenis tadah hujan.
Karenanya, air baru bisa mengaliri sawah jika musim
hujan tiba. “Jika petani tetap menginginkan menanam padi, maka kami sarankan menanam padi jenis khusus yang tahan terhadap kondisi kekurangan air,” katanya. Di Banyumas, terang Joko, Dinas Pertanian sedang mengembangkan jenis padi tahan kekeringan yakni
berjenis Situ Bagending dan Situ Bagendang. Sayangnya
belum ada penjelasan mengenai kualitas beras dari dua
jenis padi tahan air itu.

Ari Aji HS – Tempo News Room

Sumber: Tempo Interaktif, Rabu, 18 Agustus 2004 | 17:15 WIB

40 Desa di Banyumas Terancam Kekeringan

November 1, 2007

TEMPO Interaktif, Banyumas:Sebanyak 40 desa yang tersebar di 12 kecamatan di Banyumas mulai dilanda kekeringan. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas menyiapkan Rp 800 juta, diambil dari APBD 2004. Dana itu akan digunakan untuk mengatasi kekurangan air bersih dan kekeringan sawah yang saat ini sudah terjadi di sebagian wilayah Banyumas.

Ketua Harian Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana
dan Pengungsi (Satlak PPBP) Pemkab Suyatno menyatakan, daerah-daerah rawan kekeringan itu sebagian berupa perbukitan dan hampir tiap tahun
mengalami kekeringan.

Dua belas kecamatan itu adalah Kebasen, Rawalo, Sumpiuh, Tambak, Kalibagor. Kecamatan lainnya Wangon, Somagede, Rawalo, Cilongok, Jatilawang, Ajibarang, dan Gumelar. ” Semua dinas dan instansi sudah menyiapkan diri menghadapi kekeringan itu sekarang,” katanya, Kamis (13/5).

Mengenai anggaran untuk menanggulangi kekeringan,
Bupati Banyumas Aris Setiono menyatakan,
anggaran sekitar Rp 800 juta itu diambil dari pos dana
tak terduga APBD 2004, yang berjumlah Rp 2 miliar.

“Kalau dana itu masih kurang, kami akan perjuangkan
agar mendapat tambahan dalam perubahan anggaran. Jika
tetap saja kurang, kami minta ke provinsi dan
pemerintah pusat,” kata Aris.

Ari Aji HS – Tempo News Room

Sumber: Tempo Interaktif, Kamis, 13 Mei 2004 | 17:46 WIB

Hidup dalam Deraan Kekeringan

November 1, 2007

Fenomena intrusi (masuk air asin ke daratan) yang terjadi setiap musim kemarau, mulai dirasakan kembali warga Banyumas bagian timur. Hanya kali ini, masuknya air asin ke sumur-sumur penduduk dirasa lebih cepat dari biasanya. Kasus intrusi ini dirasakan ribuan penduduk di Kecamatan Tambak dan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas dalam setengah bulan terakhir.

”Biasanya menjelang puncak kemarau seperti bulan November. Tapi sekarang baru awal Agustus, air laut sudah masuk,” ungkap Sugito (54 tahun) penduduk Desa Plangkapan Kec Tambak. Air asin itu tak lain kemungkinan berasal dari Samudera Hindia yang jaraknya sekitar 30 km arah selatan kedua kecamatan tersebut. Air laut itu masuk menurut Sugito karena klep pengatur pembuangan yang berbatasan dengan laut tidak berfungsi. Sehingga air laut tersebut masuk ke sungai-sungai dan akhirnya meresap ke sumur-sumur. ”Airnya menjadi berwarna kecoklatan dan berasa asin,” tutur Gimin (54 tahun) penduduk Sumpiuh.

Warsidi, (47 tahun) warga Dusun Kalisetra, Desa Plangkapan, Kec Tambak mengungkapkan sudah sepekan lebih warga kampungnya tidak lagi memanfaatkan air sumur. Karena air sumur mulai berwarna kecoklatan. Ia menduga air sumurnya berwarna coklat karena sejumlah sungai seperti Gatel dan Ijo dimasuki air dari laut. Kalau kemarau, memang air sungai-sungai tersebut dialiri air laut.

Untuk menutup kebutuhan air bersih, warga terpaksa memilih mencari air ke desa tetangga yang letaknya sekitar 3-5 km. Bahkan banyak penduduk Tambak atau Sumpiuh yang mencari air hingga ke Rowokele dan Ayah di Kab Kebumen. Di kedua tempat ini masih banyak gua-gua yang memiliki mata air yang mengalir. Setiap sore atau pagi buta, banyak warga Banyumas yang menyusuri perbukitan dengan berjalan kaki atau menaiki sepeda onthel sembari membawa jerigen. Namun tak sedikit muncul pedagang air dadakan. Untuk satu jerigen air isi 20 liter dijual Rp 3.000.

Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kec Tambak, Setiyono, mengaku pihaknya telah mengusulkan permintaan air bersih untuk warga di Dusun Kalisetra, Desa Plangkapan. Menurut dia. di dusun tersebut ada 185 KK yang sangat memerlukan air bersih, karena sumur-sumurnya berwarna kecoklatan dan rasanya asin akibat instrusi air laut. Hal senada juga dikemukakan Camat Sumpiuh, Ari Yusminto. Ia mengakui kalau wilayah Nusadadi sudah mulai terintrusi air laut. Pihak kecamatan sudah meminta bantuan air bersih ke Pemkab Banyumas.

Tak hanya warga Banyumas yang merasakan air asin. Penduduk Kampunglaut yang desanya dikepung Samudera Hindia di Cilacap juga sudah sekitar tiga pekan terpaksa menggunakan air laut untuk mandi dan mencuci. Di Kampunglaut setidaknya ada tiga desa yang mengalami krisis air bersih yakni Ujungalang, Klaces, dan Ujungagak. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, warga terpaksa berburu air bersih ke gua-gua di Pulau Nusakambangan.

Kabag Kesra Pemkab Cilacap, Soemaryo, mengaku, bantuan air bersih baru bisa menjangkau Desa Ujungalang yang wilayahnya relatif dekat. Sementara untuk Desa Ujunggagak dan Klaces belum dapat dilakukan. Namun menurut laporan yang diterima Sumaryo, untuk sementara penduduk di dua desa mencari air bersih ke Pulau Nusakambangan yang dapat ditempuh dengan perahu. Ia mengungkapkan, dari 24 kecamatan yang ada di Cilacap sebanyak enam kecamatan sudah meminta bantuan air. Keenam kecamatan tersebut yaitu Patimuan, Kedungreja, Bantarsari, Gandrungmanggu, dan Sidareja.

Di Kediri, Jawa Timur, kekeringan membuat para petani memilih membiarkan lahan pertanian mereka telantar. ”Setiap musim kemarau memang seperti ini. Lahan pertanian di sini itu tadah hujan. Kalau tidak ada hujan seperti sekarang, ya dibiarkan bero (tidak ditanami). Para petani hanya memamen ketela pohon yang ditanam pada musim hujan lalu,” ujar Sunarto, warga Desa Sumberagung, Kec Semen, Kab Kediri.

Menurut dia, pada musim kemarau seperti sekarang, panenan hasil pertanian yang didapatkan para petani praktis hanya berupa ketela pohon. Karena itulah, jika musim kemarau berkepanjangan, banyak warga di wilayah Kec Semen yang mengkomsumsi nasi tiwul. Saat ini memang kecamatan tersebut masih makan beras. Sunarto yakin, persediaan beras warga tidak akan cukup hingga akhir musim kemarau.

Hal yang sama juga dialami oleh warga Desa Tempuran, Kec Ngluyu, Kab Nganjuk, Jatim. Menurut Saijo, warga setempat bukan mengahadapi problem pertanian, tapi di musim kemarau warga juga menjadi sulit mendapatkan air bersih. Sumber air dan sumur warga setempat, saat ini sudah mengering. Karena itu, warga harus berjalan sekitar 2 km untuk mendapatkan air bersih. ”Biasanya kalau air sudah sulit, ada dorp-dropan air dari PDAM,” ujar Saijo.

Sedikit harapan dari kemarau ini masih bisa dimiliki para petani yang menggarap lahan pertanian di dataran rendah. Meski tidak ada hujan, masih bisa menggarap lahan pertanianya dengan mengandalkan air dari sumur pompa. Hanya, para petani memilih tanaman yang tidak membutuhkan banyak air seperti jagung dan kedelai.

Sudar, warga Desa Sekarputih, Kec Bagor, Kab Nganjuk termasuk petani yang menanami sawahnya dengan tanaman jagung. Menurut dia, untuk tanaman jagung, bisa 10 hari sekali diairi dengan sumur pompa. ”Kalau tanaman padi kan harus banyak airnya. Jadi kami jelas tidak mampu,” ungkap dia. Untuk lahan seluas seperempat hektare, biaya pengairan dengan sumur pompa mencapai sekitar Rp 80 ribu. wab/juw

Sumber: Republika, Senin, 20 Agustus 2007

DAMPAK MUSIM KEMARAU MULAI TERASA ; Banyumas Selatan dan Barat Kekeringan

November 1, 2007

Bahkan di beberapa desa di Gumelar dan Lumbir warga yang sebelumnya memanfaatkan air sungai, mulai membuat kubangan air di tengah sungai. “Karena sungai kering warga terpaksa harus membuat kubangan air,” kata Agus (40) warga Desa dan Kecamatan Lumbir Banyumas.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan oleh sebagian warga di Desa Samudra dan Gumelar, Kecamatan Gumelar. Setiap sore dan pagi warga berdatangan ke sungai untuk membuat kubangan air di tengah sungai yang melintas di desa tersebut.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas Ir Wisnu Hermawanto ketika dihubungi Senin (6/8) menjelaskan, beberapa sumber mata air yang ada di wilayah Banyumas bagian barat dan selatan debitnya sudah berkurang. “Kemungkinan puncaknya nanti pada akhir Agustus 2007, dengan catatan selama bulan ini tidak hujan,” kata Wisnu Hermawanto.

Menurunnya debit air dari sumber mata air juga menyebabkan sedikitnya 375 hektar tanaman padi berumur muda di 13 kecamatan Kabupaten Banyumas terancam kekeringan lantaran petani kesulitan untuk mengairi dari saluran irigasi.

Sejumlah kecamatan yang paling parah kekurangan air seperti Kecamatan Ajibarang, Jatilawang, Purwojati, Rawalo, Sumpiuh, Tambak, Kalibagor dan Banyumas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemkab Banyumas melalui Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) sudah memberikan 113 pompa air kepada kelompok tani (Klomtan) yang sawahnya kekeringan.

“Pompa air tersebut merupakan bantuan dari Pemprop Jawa Tengah dan Pemkab Banyumas sejak tahun 2002. Hingga sekarang kondisi pompa air masih bisa dipakai untuk menyedot air dari sungai ke sawah,” kata Kepala Dispertan dan Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas Ir Djoko Wikanto saat dihubungi terpisah .

Para petani menjelaskan, sekitar 3 minggu mulai kesulitan air, akibat irigasi yang diandalkan mengering. Padahal tanaman padi yang berumur sekitar dua puluh hari tersebut sangat membutuhkan air. Jika tidak segera dialiri air, kemungkinan tanaman padi akan puso. (Dri)-m

Sumber: http://www.perumperhutani.com/komunitas/pustaka/berita/?sub=40

600 Mata Air di Banyumas Mengering

November 1, 2007

PURWOKERTO–MIOL: Sekitar 600 mata air di Banyumas, Jawa Tengah, mulai mengering. Saat ini, tinggal 300 mata air saja yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Penyebabnya selain musim kemarau, juga akibat kerusakan lingkungan di sekitar mata air. Padahal keberadaan mata air tersebut cukup vital karena merupakan sumber air bersih bagi warga sekitarnya.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas, Wisnu Hermawanto, Kamis (25/8), menyatakan, berdasarkan survei yang dilakukan dinasnya, lebih dari 60 mata air di Banyumas mulai mengering. “Ada dua penyebab mengeringnya mata air. Yakni akibat hujan yang sudah tidak turun serta rusaknya lingkungan sekitar,” kata Wisnu.

Akibatnya, kata Wisnu, masyarakat yang biasanya memanfaatkan mata air guna mencukupi kebutuhan sehari-hari mulai kesulitan air bersih. “Keberadaan mata air sangat vital bagi penduduk, sebab biasanya mereka sangat tergantung dengan mata air setempat. Tetapi karena mengering, mereka kebingungan mencari air bersih dan terpaksa harus mencari air di sumur-sumur milik warga,”jelasnya.

Wisnu menjelaskan, kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan menjadikan sumber mata air mati. “Setiap hari ada 500 meter kubik kayu di Banyumas yang ditebang. Jumlah tersebut setara dengan 1.500 batang pohon. Padahal, mata air membutuhkan sedikitnya 400 batang pohon sebagai penyimpan air. Dengan kondisi semacam itu, kalau pohon-pohon yang ditebangi berada di sekitar mata air, maka dapat dipastikan mata air bakal mengering kemudian mati. Kita memperkirakan, jika tidak ada upaya serius, dalam waktu lima tahun mata air di Banyumas tidak ada lagi,” tandasnya.

Sementara itu, ratusan warga Purwokerto Selatan, Banyumas, yang biasanya memanfaatkan sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan terpaksa harus mencari air di desa tetangganya. Pasalnya, dalam dua minggu belakangan mata air di wilayah setempat mengering. “Kami sudah tidak dapat lagi memanfaatkan sumber mata air di sini karena mengering. Hanya pada pagi saja, airnya dapat diambil. Namun setelah beberapa jam sudah kering karena banyak yang mengambil,”jelas Parman, 44, warga setempat.

Parman menjelaskan, ia terpaksa mencari air di sumur-sumur milik tetangga yang masih ada airnya. “Karena mata air mengering, terpaksa kita mencari air ke sumur milik warga tetangga desa,” ujar Parman.

Terkait dengan kesulitan air, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng telah menyiapkan dana sekitar Rp 370 juta untuk mengantisipasi dampak kemarau dan kekurangan air bersih di wilayah eks Karesidenan Banyumas-Pekalongan.

Kepala Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota (Bakorlin) Wilayah III Banyumas-Pekalongan, Tjipto Hartono, kemarin mengatakan di wilayahnya sudah ada kabupaten yang mengajukan permohonan bantuan pengiriman air bersih untuk desa yang sudah kekurangan air bersih akibat kemarau yakni Cilacap dan Pemalang.

Di Cilacap, kata Tjipto, bantuan air bersih tersebut dikirim ke Kecamatan Bantarsari dan Nusawungu. Sementara di Kabupaten Pemalang dikirim ke wilayah Belik dan Pulosari. Untuk ke Cilacap disiapkan dua mobil tangki, demikian juga untuk Pemalang.

Berdasarkan data yang masuk ke Bakorlin III, dari 11 kabupaten/kota yang ada, hanya Kota Pekalongan yang tidak memiliki daerah rawan kekeringan. Sementara dari 10 kabupaten/kota lainnya terdata ada 96 kecamatan terdiri atas 531 desa dengan jumlah 299.536 kepala keluarga yang rawan kekeringan.Penulis: Liliek Dharmawan (LD/OL-1)

Sumber: Media Indonesia – 25 Agustus 2005

Mata Air Mengering

November 1, 2007

[BANYUMAS] Sumber mata air yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah saat ini tinggal 500 titik. Itu pun sudah dalam kondisi kritis karena dampak musim kemarau. Padahal pada tahun 2002, jumlah sumber mata air di Banyumas masih ada 3.002 titik.


Demikian dikatakan Kepaola Bidang Dinas Konservasi Sumber Daya Hutan dan Lingkungan (DKSDHL), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banyumas, Sumaryono kepada SP di Purwokerto, pekan lalu.

Menurut Sumaryono, berkurangnya titik sumber air itu merupakan salah satu penyebab, terjadinya krisis air bersih di 57 desa Banyumas. Penyebab utama menyusutnya jumlah mata air adalah akibat berubahnya fungsi daerah resapan air.

“Sejumlah kawasan kantong penyimpan air pada musim hujan, kini telah banyak yang berubah menjadi kawasan permukiman, terutama di daerah Kecamatan Baturraden dan Pabuaran yang berada di kaki Gungung Slamet,” katanya.

Dengan berubahnya daerah resapan menjadi kawasan permukiman, pada musim hujan, air yang tersimpan jadi jauh berkurang. Di Kabupaten Banyumas yang memiliki 27 kecamatan, enam kecamatan di antaranya sudah kritis. Tanah kritis yang sudah dihijaukan melalui program gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (gerhan) sudah mencapai 550 hektare (ha) yang tersebar di delapan desa pada enam kecamatan.

Keenam kecamatan tersebut adalah Pekuncen, Sumpiuh, Purwojati, Tambak, Lumbir, dan Somagede.

Pada musim hujan mendatang atau pada bulan November akan dilakukan gerhan lagi pada lahan seluas 2.100 ha di 39 desa yang tersebar pada 13 kecamatan. Penghijauan lingkungan perumahan dan kantor dinas instansi, terus dijalankan. Pihak dinas sudah menyediakan 100.000 bibit penghijauan. Bagi yangberminat bisa mengajukan secara resmi ke Dishutbun Banyumas. [WMO/M-11]

Sumber: Suara Pembaruan – 27 Agustus 2007

Kekeringan di Banyumas Kian Parah

November 1, 2007

PURWOKERTO, (PR).- Permohonan bantuan air bersih dari desa yang rawan kekeringan terus mengalir, seiring makin menipisnya debit mata air yang bisa dipergunakan warga. Dampak kemarau di Banyumas lebih parah dari tahun sebelumnya, akibat makin meluasnya penebangan hutan rakyat di wilayah itu.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kab. Banyumas, Didi Rudwianto mengatakan, hingga kini sudah ada 10 kecamatan mengajukan permohonan bantuan air bersih. Yakni Kec. Ajibarang, Kalibagor, Cilongok, Somagede, Patikraja, Tambak, Lumbir, Sum­­piuh, Purwojati dan Kec. Purwokerto Selatan.

Menurut dia, Bupati Banyumas HM Aris Setiono telah menginstruksikan kepada Tim Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsian (PBP) dan camat, untuk mengevaluasi kondisi yang ada di lapangan.

Secara terpisah Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Banyumas, Wisnu Hermawanto lewat Kasie Pemberdayaan Sumber Daya Lingkungan (PSDL) Suroso mengatakan, selain kemarau, ulah manusia pun menjadi penyebab. Yakni memangkas pohon di sekitar hutan lereng Gunung Slamet. Ini biasa terjadi di Kec. Kedungbanteng, Baturraden dan Cilongok, yang memanfaatkan pohon di sekitar hutan untuk dijadikan kayu bakar.

Banyaknya mata air yang mengering juga disebabkan kondisi lingkungan yang kurang baik. “Kalau lingkungan di sekitar mata air masih bagus, ketersediaan air cukup baik,” kata Wisnu. Sedikitnya 1.800 mata air di Kab. Banyumas mengering dari total 3.005 mata air. Yang bisa dimanfaatkan tinggal 40% dengan debit yang sudah jauh berkurang.

Ia menjelaskan, perilaku warga yang menebang pohon meningkat sejak mereka keberatan menggunakan BBM dan beralih ke bahan bakar kayu untuk keperluan rumah tangga. Warga juga memanfaatkan daun untuk pakan ternak. “Setelah daun habis, warga memangkasnya untuk kayu bakar. Pohon yang biasa digunakan antara lain lamtoro, kaliandra dan lainnya,” katanya.

Pemanfaatan kayu bakar yang diambilkan dari pohon sekitar hutan di lereng Gunung Slamet, membuat beberapa sumber mata air menjadi rusak. Agar ketersediaan air dari mata air tetap ada di musim kemarau, lahan sekira 200 m2 di sekitarnya harus hijau.

Wisnu mengatakan, jika di daerah hulu kekeringan, otomatis di wilayah perkotaan jauh lebih parah. Sejumlah warga di Desa Panembangan Kec. Cilongok mengaku sering menebangi pohon albasia, sebagai antisipasi meluasnya serangan hama ulat kantong sejak kemarau. “Kita menebang bukan untuk kayu bakar, tapi terpaksa agar serangan ulat kantong tidak meluas,” kata Karta (43), warga Desa Penambangan. (A-99)***

Sumber: Pikiran Rakyat, Jumat, 8 September 2006

Empat Kabupaten di Banyumas Kekeringan

November 1, 2007

Empat kabupaten di wilayah Keresidenan Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), bagian selatan kekeringan, sebanyak 148.797 keluarga atau 1.103.560 jiwa terancam kekurangan air bersih.

Empat kabupaten yang kekeringan itu, berdasarkan laporan yang diterima Badan Koordinasi Lintas (Bakorlin) Kabupaten/Kota III wilayah Banyumas-Pekalongan, adalah Kabupaten Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, dan Kabupaten Purbalingga.

”Kita memang telah menerima laporan dari daerah-daerah mengenai bencana kekeringan dan langsung kita laporkan kepada gubernur,” kata Kepala Bidang (Kabid) Antarlembaga Bakorlin III Djoko Santoso, kemarin.

Menurutnya, ancaman kekeringan di empat kabupaten wilayah Keresidenan Banyumas yang paling luas terjadi di Kabupaten Cilacap dan Purbalingga. Di Kabupaten Cilacap, wilayah yang kekeringan meliputi 12 kecamatan dengan jumlah penduduk 125.431 jiwa atau 31.280 keluarga. Sedangkan di Kabupaten Purbalingga yang kekeringan meliputi 15 kecamatan dengan jumlah penduduk 264.937 jiwa atau 64.270 keluarga.

Di Kabupaten Banyumas kekeringan melanda 12 kecamatan dengan penduduk 50.000 jiwa atau 10.609 keluarga. Sedangkan di Kabupaten Banjarnegara kekeringan melanda 10 kecamatan dengan jumlah penduduk yang terancam kesulitan air bersih sebanyak 213.192 jiwa atau 42.638 keluarga.

Sekretaris Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Banyumas Budi Pramono mengakui telah mendengar adanya sejumlah tempat yang mulai kekurangan air bersih yakni di Banyumas timur bagian selatan seperti Kecamatan Sumpiuh dan Tambak. Namun, pihak kecamatan setempat belum mengirimkan surat permintaan pasokan air bersih.

Kekeringan juga mulai melanda lahan pertanian di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur (Jatim). Ratusan hektare (ha) lahan pertanian padi di lima kecamatan kini mengering. yaitu Kecamatan Pakel (200 ha), Kalidawir (95 ha), Bandung (350 ha), Campurdarat (210 ha), dan Kecamatan Rejotangan (35 ha).

Sementara itu, di Kabupaten Blitar sebagian penduduk yang tinggal di daerah perbukitan mulai kesulitan air bersih. Di antaranya di wilayah Kecamatan Kademangan, Bakung, Wates dan Kecamatan Panggungrejo. (LD/ES/N-2)

Sumber: Media Indonesia – 10 Agustus 2004